Oknum Pemdes Ketanggung Jegal Petani, Sumur Bantuan Jadi Mesin Uang Pribadi!
NGAWI _ FREKWENSIPOS.COM // Badai keluh kesah menerjang Desa Ketanggung, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Para petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Sri Makmur meledak. Mereka mengutuk keras pungutan liar tahunan yang secara brutal ditarik oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Ketanggung. Ini bukan sekadar pungutan, ini adalah cengkeraman tangan-tangan serakah yang mencekik napas ketahanan pangan lokal!
Slamet Wibowo, Ketua P3A Sri Makmur, melalui sekretarisnya, Budi Gendut, mengungkap borok ini. “Perdes (Peraturan Desa) yang menjadi dasar pungutan ini tidak jelas juntrungannya! Kami sudah berkali-kali meminta salinan atau bahkan sekadar foto copy dari Kepala Desa Sri Joko, tapi nihil! Nol besar!” sembur Budi dengan nada geram. Ia menambahkan, jika Perdes itu memang ada, mengapa Pemdes tak berani menunjukkannya? Ke mana larinya dana hasil pungutan yang seharusnya dikelola P3A demi kesejahteraan petani, namun malah raib entah ke mana, masuk ke kantong Pemdes?
“Pengelolaan dana anggaran itu harusnya akuntabel, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan! Perdes macam apa yang justru mencekik petani di saat mereka paling membutuhkan dukungan?” teriak Slamet, tak habis pikir dengan kebijakan yang jauh dari semangat gotong royong ini.
Namun, drama pungutan ini hanyalah puncak gunung es. Investigasi mendalam P3A mengungkap skandal yang lebih busuk: sumur bantuan dari pemerintah desa yang dulu diperuntukkan bagi petani, kini secara terang-terangan dikelola dan dibisniskan secara pribadi oleh oknum perangkat desa setempat!
“Dulu, itu sumur bantuan untuk kami, para petani. Sekarang? Jika kami butuh air untuk mengairi sawah, kami harus merogoh kocek lagi untuk beli pulsa air! Ini sumur bantuan, bukan mesin ATM pribadi oknum!” kecam Slamet. Praktik haram ini secara gamblang memperlihatkan bagaimana fasilitas publik yang vital dialihfungsikan menjadi lahan bisnis ilegal, mengkhianati amanah negara dan menyengsarakan rakyat kecil.
Ironisnya, praktik lancung Pemdes Ketanggung ini terjadi di tengah gaung Perpres Ketahanan Pangan Nasional
Nomor 81 Tahun 2024 dan PP Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pengalokasian Dana Desa (DD). Kedua regulasi ini secara tegas mengamanatkan desa untuk berperan aktif menyukseskan program ketahanan pangan nasional.
Namun, apa yang terjadi di Ketanggung justru sebaliknya: desa bukan hanya tidak mendukung, tapi malah memberatkan petani dan pengurus P3A (dulu HIPPA).
Sukadi, seorang petani sekaligus sub-blok P3A, turut meluapkan kekesalannya. “Kami sangat keberatan dengan tarikan kontribusi ke desa ini! Padahal, kami masih butuh banyak sekali dana untuk perbaikan saluran irigasi tersier, demi mengairi sawah-sawah kami. Apalagi di musim kemarau, kami kesulitan luar biasa mendapatkan air yang cukup. Ini bukan kontribusi, ini pemerasan!” pungkas Sukadi, suaranya sarat keputusasaan.
Pungutan liar yang tak jelas dasarnya dan praktik bisnis ilegal atas sumur bantuan ini bukan hanya merugikan petani secara finansial, tetapi juga mengancam fondasi ketahanan pangan di Desa Ketanggung. Siapa yang akan bertanggung jawab atas kehancuran ini? Akankah praktik culas oknum Pemdes Ketanggung ini dibiarkan terus mencekik leher para pahlawan pangan negeri. Red**