Nganjuk,Frekwensipos.com.jum’at 08/11/2024 Dalam kasus ini, Pokmas (Kelompok Masyarakat) Desa Jatirejo, Kecamatan Loceret, diduga telah melakukan tindak pidana terkait penjualan bantuan ternak sapi yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan warga. Berdasarkan hasil investigasi dan konfirmasi, ketua Pokmas mengakui bahwa 10 ekor sapi bantuan tersebut telah dijual dengan harga Rp4,5 juta per ekor. Penjualan ini diduga melanggar peraturan penggunaan bantuan pemerintah yang seharusnya dialokasikan untuk pengembangan kesejahteraan masyarakat desa, bukan untuk diperjualbelikan.
Selain itu, dugaan tindak pidana lain terkait bantuan ini melibatkan Sekdes (sekretaris desa) Desa Jatirejo, yang diduga terlibat terjadinya jual beli sapi bantuan tersebut dan juga memalsukan tanda tangan Kepala Desa Agus pada proposal pengajuan bantuan. Dugaan ini muncul setelah Kepala Desa Agus, ketika dikonfirmasi, menyatakan tidak mengetahui adanya bantuan tersebut dan tidak merasa pernah menandatangani dokumen pengajuan bantuan.
Tindakan yang dilakukan oleh ketua Pokmas dan sekdes/ carik Desa Jatirejo ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Formil yang terkait, antara lain:
- Pasal 374 KUHP – tentang penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memiliki barang tersebut karena jabatannya, jika terbukti bahwa bantuan ternak ini dipercayakan kepada Pokmas untuk kepentingan masyarakat desa.
- Pasal 263 KUHP – terkait dengan pemalsuan dokumen atau tanda tangan pada proposal bantuan yang diduga dilakukan oleh carik desa. Pemalsuan ini bertujuan untuk memperoleh bantuan pemerintah secara tidak sah, yang merupakan tindakan melanggar hukum.
- Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 – tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyalahgunaan bantuan pemerintah yang tidak sesuai peruntukannya, seperti dalam kasus ini, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi apabila terbukti menimbulkan kerugian negara.
- Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor – yang mengatur bahwa setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dapat dikenai sanksi pidana.
- Pasal 12 e UU Tipikor – melarang setiap penyelenggara negara atau pihak terkait untuk menyalahgunakan kekuasaan dengan cara memaksa seseorang untuk menyerahkan sesuatu atau memberi suatu keuntungan yang dapat merugikan masyarakat.
- Pasal 18 UU Tipikor – yang mengatur tentang perampasan hasil tindak pidana korupsi, di mana dalam kasus ini dapat diterapkan untuk merampas hasil penjualan sapi yang diperoleh secara melawan hukum.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa – yang mengatur tata kelola pemerintahan desa dan pengelolaan dana atau bantuan untuk kepentingan desa, di mana penjualan atau penyalahgunaan bantuan tanpa persetujuan resmi merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola desa yang baik.
- Peraturan tentang Pengelolaan dan Penggunaan Bantuan Sosial/Bantuan Pemerintah – yang mewajibkan setiap bantuan pemerintah digunakan sesuai peruntukannya dan tidak boleh dialihkan atau diperjualbelikan tanpa prosedur sah yang ditetapkan.
Kasus ini menunjukkan potensi kerugian bagi masyarakat desa serta kerugian negara apabila bantuan yang diterima tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Aparat penegak hukum diharapkan dapat menindaklanjuti laporan ini dan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap dugaan pelanggaran serta menegakkan aturan hukum yang berlaku. (DD).