Skandal Rp.13 Miliar Kominfo Nganjuk: CCTV Menumpuk di Desa, Alun-Alun Sepi, Wi-Fi Sinyal Tidak Bisa Dipakai

banner 468x60

Nganjuk, Frekwensipos.com 27 Agustus 2025, Program pengadaan perangkat digital oleh Dinas Kominfo Kabupaten Nganjuk dengan nilai anggaran fantastis Rp. 13 miliar tahun 2024 – 2025,kembali menuai sorotan tajam. Hasil investigasi Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) DPC Nganjuk mengungkap dugaan penyimpangan serius, mulai dari tumpang tindih pengadaan, distribusi tidak merata, hingga Wi-Fi gratis yang ternyata tidak bisa diakses masyarakat.

Pengadaan Tumpang Tindih dan Salah Sasaran

banner 336x280

Di Desa Malangsari Kecamatan Tanjung Anom, ditemukan perangkat CCTV dan Wi-Fi dipasang dalam jumlah besar. Ironisnya, desa tetangga juga mendapat program serupa, sehingga terjadi tumpang tindih pengadaan.
Sementara itu, ruang publik vital seperti Alun-Alun Nganjuk hanya memiliki 4 CCTV, padahal menjadi titik keramaian masyarakat.

“Publik lebih banyak berkumpul di ruang kota, tapi justru perangkat dipasang di desa yang sepi. Ini jelas salah sasaran,” tegas tim investigasi LPRI.

Wi-Fi Gratis Hanya Tinggal Nama belaka

Kominfo sebelumnya mengklaim 20 desa menikmati internet gratis melalui program Kampung DIAL yang dibiayai dari DBHCHT. Namun, hasil lapangan menunjukkan fakta sebaliknya:

Rumah Tandang Desa Malangsari: hanya ada 6 CCTV, Wi-Fi tidak berfungsi/ tidak ada sama sekali.

Alun-Alun Nganjuk: hanya ada 4 CCTV, kualitas Wi-Fi buruk.

Ruang Terbuka Hijau (RTH): Wi-Fi ada, tapi sinyal lemah dan nyaris tidak bisa diakses.

“Kalau dikatakan sinyal bagus, itu bohong. Di RTH dan Alun-Alun justru bikin emosi warga karena sinyalnya macet total,” keluh salah satu warga.

Masyarakat Dapat Laporan, Bukan Manfaat

Ketua LPRI menilai pola ini mengindikasikan program lebih mengejar laporan belanja ketimbang memberikan manfaat nyata.

“CCTV dipasang di desa sepi, Wi-Fi disebut gratis tapi tidak bisa digunakan. Masyarakat hanya dapat laporan proyek, bukan manfaat langsung,” tegasnya.

Potensi Pelanggaran Hukum

Berdasarkan temuan LPRI, dugaan penyimpangan ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya:

1. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik → spesifikasi barang dan lokasi pemasangan tidak transparan.

2. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, Pasal 3 → jika terbukti ada penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara/daerah.

3. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa → karena prinsip efisiensi, efektivitas, dan tepat sasaran diduga diabaikan.

 

LPRI Akan Gandeng Ahli IT

Sebagai langkah lanjutan, LPRI memastikan akan menggandeng ahli IT independen untuk melakukan audit teknis, termasuk pengecekan spesifikasi perangkat, lokasi pemasangan, dan kualitas layanan internet.

“Jangan sampai masyarakat hanya melihat baliho program Wi-Fi gratis, tapi sinyalnya cuma jadi cerita,” pungkas Ketua LPRI.

(Dendy – Frekwensipos.com)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *