Skandal Dana Desa Kedunglurah: Proyek Fiktif, Prasasti Hilang, dan Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah Menguak

banner 468x60

Trenggalek, Frekwensipos.com — Senin 20 Oktober 2025, Bau busuk dugaan korupsi kembali menyeruak di Kabupaten Trenggalek. Kali ini menyeret Pemerintah Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, yang diduga kuat telah menyimpangkan pengelolaan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2020 hingga 2024.

Alih-alih menjadi sarana pembangunan, Dana Desa justru diduga dijadikan “ladang bancakan” oleh oknum perangkat desa. Sejumlah kejanggalan, proyek tanpa prasasti, hingga laporan keuangan yang tidak transparan kian memperkuat dugaan korupsi berjamaah di tubuh pemerintahan desa tersebut.

banner 336x280

APBDes Catat Balai Desa, Tapi yang Muncul Justru GOR

Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi Frekwensipos.com, dalam APBDes Tahun 2020 tercatat anggaran senilai Rp542.196.000 untuk kegiatan “Pembangunan/Peningkatan Balai Desa atau Balai Kemasyarakatan.”

Namun fakta di lapangan justru menunjukkan pembangunan gedung olahraga (GOR) — bukan balai desa sebagaimana tercantum dalam dokumen resmi.

Ketika dikonfirmasi pada Senin, 20 Oktober 2025, Kepala Desa Kedunglurah mengakui bahwa pembangunan Balai Kemasyarakatan baru dimulai tahun 2021 hingga 2024, sementara anggaran tahun 2020 telah dilaporkan terserap penuh.

Perubahan kegiatan dari Balai Desa menjadi GOR tanpa musyawarah desa maupun Peraturan Desa (Perdes) Perubahan APBDes jelas menunjukkan rekayasa anggaran dan pelanggaran berat terhadap aturan pengelolaan keuangan desa.

Proyek Tanpa Prasasti: Transparansi Publik Dihilangkan

Temuan lain di lapangan juga memperlihatkan tidak adanya prasasti dan papan informasi proyek sebagaimana diamanatkan oleh regulasi.

Hanya satu prasasti ditemukan di tahun 2023, sedangkan proyek-proyek lain — termasuk pembangunan GOR dan jalan usaha tani — tidak memiliki jejak fisik transparansi publik.

Ironisnya, Sekretaris Desa yang seharusnya bertugas administrasi, justru merangkap sebagai Pelaksana Kegiatan (PK), yang jelas melanggar aturan pembagian tugas dan tanggung jawab perangkat desa.

Padahal, Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 40 ayat (1) dan (2) menegaskan kewajiban pemerintah desa untuk menyampaikan informasi keuangan secara transparan kepada masyarakat.

Anggaran Jumbo, Bukti Fisik Minim
Selain proyek yang diduga fiktif, beberapa alokasi dana juga tampak mencurigakan dan tidak ditemukan bukti realisasi di lapangan, antara lain:

Penguatan Ketahanan Pangan Desa (2024): Rp49.031.400

Pemeliharaan Saluran Irigasi (2021–2022): Rp89.431.072

Pemeliharaan Jalan Usaha Tani (2022 & 2024): Rp268.753.258

Pembangunan Jembatan Desa (2023): Rp69.371.778

Sejumlah warga mengaku tidak mengetahui adanya proyek-proyek tersebut. “Kami tidak pernah melihat pembangunan baru seperti yang disebut di laporan APBDes,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.

LSM WAR: “Siap Laporkan Ke APH!”
Sekjen LSM Wadah Aspirasi Rakyat (WAR), Zainal, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan masyarakat terkait dugaan penyelewengan Dana Desa Kedunglurah.

“Ini uang rakyat, bukan uang pribadi. Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera turun, audit keuangan dan periksa fisik proyek di lapangan. Jangan sampai kasus ini ditutup-tutupi,” tegas Zainal.

Ia menambahkan, indikasi pelanggaran ini berpotensi menjerat oknum Kades dan perangkatnya dengan sejumlah aturan hukum tegas, di antaranya:

1. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 — perubahan APBDes hanya sah melalui Perdes Perubahan.

2. Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021 — mewajibkan pemasangan prasasti dan papan informasi proyek.

3. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa — Pasal 26 ayat (4) huruf f menegaskan kewajiban Kepala Desa untuk transparan dan akuntabel.

4. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor — Pasal 2 dan 3: penyalahgunaan kewenangan dan memperkaya diri dengan merugikan keuangan negara, ancaman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

LSM WAR bersama sejumlah media lokal menyatakan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka menegaskan, transparansi dan akuntabilitas adalah hak publik yang dijamin oleh undang-undang.

“Kepala Desa wajib terbuka. Tidak boleh ada permainan anggaran, mark up, atau proyek fiktif. Semua akan kami kawal hingga aparat hukum turun tangan,” tutup Zainal.

Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah desa lain agar tidak bermain-main dengan uang rakyat. Transparansi bukan pilihan melainkan kewajiban hukum.(Dendy)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *