SECANGKIR KOPI HIDUPKU Karya: Budi Hantara

banner 468x60
ROMAN 1

Angin malam membisikkan nasehat suci agar kita senantiasa menjaga hati. Hidup ini bukan mimpi yang hadir sesaat kemudian pergi meninggalkan penyesalan. Malam sunyi menambah damainya desa Ngawi Purba. Hanya suara belalang terdengar bersautan diantara lebatnya daun tebu dusun Ngantru. Kepak sayap burung hantu yang terbang rendah membuat hatiku berdesir. Makam leluhur Ngawi Eyang Pringgo Kusuma yang berjarak sekitar seratus meter dari rumahku terasa menebar aura magis. Di rumah khas Jawa model Limasan, dekat makam itu, aku termenung sendiri. Kusandarkan tubuh kurusku pada soko guru yang berdiri kokoh menyangga atap rumah tradisional. Selembar tikar pandan yang kumal terbentang sebagai alas istirahatku. Aku menikmati kesendirianku dengan secangkir kopi. Aroma harum kopi hitam yang baru kutuang, menggugah gairah hidupku. Kupandangi asap yang mengepul dari cangkir kopi panasku. Sesaat menari-nari di depan mata kemudian terbang bersama anganku.
 
 Saat ini aku merasa tak punya siapa-siapa, namun aku tak mengeluh karena kesendirianku. Aku berusaha menjalani hidup dengan iklas dan penuh syukur. Bagiku hidup ini bagaikan secangkir kopi. Aku belajar menikmati hidup dari secangkir kopi. Walaupun sangat nikmat selalu kusisakan sedikit, dengan harapan agar di sisa hidupku nanti masih bisa menikmati pahit manisnya kehidupan. Aku selalu berusaha agar sisa hidupku ini bisa melakukan perbuatan baik yang bermanfaat bagi sesama dan berkenan di hadapan Tuhan.
Kupandangi secangkir kopi di depanku dan kureguk pelan-pelan. Kusisakan sedikit dan kuletakkan di atas tikar pandan yang kumal. Sesaat kemudian aku berdiri dan membuka jendela. Sekilas mata memandang langit. Sinar rembulan yang hampir padam tak mampu menembus rimbunnya hutan jati di seberang jalan depan rumahku. Beberapa bayangan hitam menari-nari bagai hantu gentanyangan. Belaian angin malam yang dingin membuat dadaku berdegup kencang tak berirama.  

Rembulan tenggelam ditelan mendung hitam, sesaat kemudian hujanpun turun. Kepedihan semakin mengiris hati. Dengan langkah gontai aku mendekati tempat tidur, namun mata sulit kupejamkan. Aku bangkit dan mengamati rak buku yang penuh debu. ( Bersambung ….. )

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *