Regulasi Mendadak Kemenkeu Tetapkan Deadline 17 September, Dana Non-Earmark Tahap II Dipastikan Hangus

banner 468x60

Ngawi, FrekwensiPos.Com – Pemerintah desa di seluruh Indonesia, termasuk Kabupaten Ngawi, kini dilanda gelombang turbulensi fiskal menyusul beredarnya salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Regulasi yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, pada 19 November 2025 ini secara resmi menjawab ketidakpastian selama dua bulan terakhir mengenai penundaan pencairan Dana Desa (DD) Tahap II Tahun 2025. Namun, jawaban tersebut datang sebagai a hard pill to swallow (pil pahit) karena memuat ketentuan forfeiture (penghangusan) dana bagi desa yang terlambat.

 

banner 336x280

Klausul Kritis dan Batasan Waktu (Deadline)

PMK 81/2025 mengejutkan kepala desa dan perangkatnya karena menyertakan klausul yang krusial dan membatasi. Pasal 29B secara eksplisit mengatur bahwa desa yang belum melengkapi seluruh persyaratan pencairan DD Tahap II hingga tanggal 17 September 2025 akan mengalami penundaan penyaluran.

 

Penundaan ini membagi Dana Desa menjadi dua kategori dengan nasib yang berbeda:

 

Dana Desa yang Ditentukan Penggunaannya (Earmark): Meliputi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, program stunting, dan ketahanan pangan. Dana ini masih dapat dicairkan jika persyaratan dilengkapi sebelum batas akhir penyaluran tahun anggaran.

 

Dana Desa yang Tidak Ditentukan Penggunaannya (Non-Earmark): Digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih fleksibel. Dana dalam kategori ini dipastikan tidak akan disalurkan kembali dan akan dianggap hangus (terjadi forfeiture), meskipun desa melengkapi berkasnya setelah tanggal 17 September.

 

Dana non-earmark yang hangus tersebut selanjutnya akan menjadi residual asset (aset sisa) pemerintah pusat untuk program prioritas nasional atau kepentingan pengendalian fiskal. Jika tidak terpakai, dana ini akan menjadi sisa DD di RKUN dan tidak dilanjutkan ke tahun berikutnya.

 

Studi Kasus Ngawi: Desa Gemarang Terdampak Consequence Finansial

Dampak konsekuensial dari PMK 81/2025 ini terasa nyata di Kabupaten Ngawi. Salah satu dari 27 desa yang gagal mencairkan DD Tahap II adalah Desa Gemarang, Kecamatan Kedunggalar. Keterlambatan dalam pencairan, yang diperkirakan senilai Rp 400 juta, disebabkan oleh adanya pengalihan program infrastruktur ke program Ketahanan Pangan (Ketapang) sebagai program prioritas, yang menjadi karakteristik bagi desa mandiri.

 

Akibatnya, sejumlah proyek/kegiatan fisik yang direncanakan dari DD Tahap II terpaksa tertunda, terutama di Dusun Pengkol, Kuncen, dan Salak.

 

Kepala Desa Gemarang, Sunarni, mengungkapkan rasa syukurnya bahwa ketiga proyek infrastruktur yang direncanakan (pavingisasi) belum terlanjur dikerjakan, tidak seperti desa lain yang mungkin sudah mengeluarkan biaya awal.

 

“Solusinya, dana Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) yang diindikasi bernilai Rp 50 juta yang tidak terserap dialihkan pada salah 1 dari ke 3 proyek prioritas yang dianggap urgen, yaitu di dusun Salak,” terang Sunarni. Red@

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *