Pelantikan Perangkat Desa Pojok di Guncang Protes Salah Satu  Warga Dan Diduga Ditumpangi Oknum LSM

0-4160x3120-0-0#
banner 468x60

Ngawi, FrekuensiPos.Com // Ketegangan politik lokal mencapai crescendo saat prosesi pelantikan perangkat desa Pojok diwarnai interupsi yang dramatis, mencoreng momentum sakral dengan tuduhan kecurangan. Di tengah disharmoni pasca-ujian seleksi, seorang peserta berinisial ST, didukung oleh petinggi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), melayangkan mosi protes. Mereka menyoroti dugaan kecurangan dan pengabaian terhadap Peraturan Bupati No. 103 Tahun 2022, khususnya Pasal 9B Ayat 2, yang mewajibkan kolaborasi antara kepala desa dan BPD dalam membentuk tim penyusun materi ujian yang kompeten.

 

banner 336x280

Paradoks Protes dan Validitas Proses

Surat protes yang dilayangkan pada 7 Agustus 2025 menjadi titik kulminasi ketidakpuasan. Namun, ironisnya, proses seleksi tetap berjalan. Empat nama — Anis Widya Lestari, Deden Pratomo, Chorida Nurul Fatonah, dan Septi Kristanti — ditetapkan sebagai pemenang setelah melalui proses validasi kompetensi di SMKN PGRI 2 Ngawi pada 9 Agustus 2025.

 

Kepala Desa Pojok, menanggapi protes ini, menggarisbawahi bahwa seluruh proses, dari pendaftaran hingga pelaksanaan ujian, berada di bawah jurisdiksi panitia. Ia menepis tuduhan pengabaian BPD, menegaskan bahwa kehadiran mereka saat ujian membuktikan keterlibatan, meskipun tidak dalam domain penyusunan soal.

Interupsi Dini dan Klimaks Ketegangan

Pada 16 September 2025, suasana hening upacara pengambilan sumpah jabatan mendadak pecah. Acara yang dihadiri Camat Kwadungan, Kapolsek, dan Danramil, serta rohaniwan, diguncang oleh interupsi tak terduga. Sekelompok warga, diduga didampingi anggota LSM Yaperma, meminta agar prosesi dihentikan.

 

ST, yang merasa urusan ini masih berada dalam ranah hukum, berteriak lantang, “Acara ini harus dihentikan dan menghormati proses hukum yang berjalan!” Ketegangan memuncak ketika ST melontarkan makian verbal yang vulgar kepada kepala desa, mempertontonkan sebuah anarki emosional di ruang publik. Bahkan salah satu warga menunjuk-nunjuk wartawan yang meliput dengan suara lantang dan menunjukkan dominasi anarkis untuk memberitakan.

Bentrokan Wewenang dan Penegasan Komitmen Hukum

Camat Kwadungan, Didik, mencoba menengahi dengan mengusulkan mediasi. Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah. “Ini desa saya!” ujar salah satu warga yang protes, sebuah pernyataan yang sarat dengan penolakan terhadap intervensi eksternal.

 

Melihat kekacauan yang tak terkendali, Kepala Desa Pojok, Sunarno, berteriak meminta pengamanan. Ia tetap bersikeras melanjutkan pelantikan, beralasan bahwa semua prosedur administratif, termasuk rekomendasi bupati dan surat keputusan, telah terpenuhi.

 

“Proses pelantikan harus tetap dilaksanakan, soal mau dipermasalahkan, silakan,” tegasnya. “Sebagai ketua wilayah, saya bertanggung jawab secara hukum jika memang terbukti saya bersalah.” Pernyataannya ini adalah deklarasi integritas dan kesiapan untuk menghadapi konsekuensi hukum, sebuah paradigma yang menegaskan bahwa kekuasaan datang dengan tanggung jawab.

 

Hingga berita ini diturunkan, kekisruhan masih berlangsung, menyisakan tanda tanya besar mengenai nasib pelantikan dan masa depan perangkat desa Pojok. Red**

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *