P2SP Questionable, Warga Lokal Ter-Marginalisasi: Proyek Pendidikan Terindikasi Lack of Transparency

banner 468x60

BLORA, FREKWENSI POS COM – Program revitalisasi ruang kelas dan toilet di SD Negeri 2 Ngelo, Cepu, Blora, yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 senilai Rp841.418.547,-, kini bertransformasi dari harapan peningkatan mutu pendidikan menjadi episentrum public scrutiny dan dugaan maladministrasi. Proyek yang seharusnya mengusung semangat swakelola dan pemberdayaan masyarakat lokal, justru terindikasi mengalami degradasi prinsip transparency dan accountability.

 

banner 336x280

I. KRITIK INTELEKTUAL: ANOMALI DALAM STRUKTUR P2SP

Fokus kontroversi utama terpatri pada struktur kepanitiaan atau Panitia Pelaksana Satuan Pendidikan (P2SP). Berbagai kalangan, termasuk awak media dan masyarakat setempat, menyoroti anomali rekrutmen yang secara eksplisit melanggar spirit regulasi.

 

DISCREPANCY FAKTUAL:

 

Eksternalisasi Kepanitiaan (Externalization of Committee): Sejumlah nama dalam susunan P2SP disinyalir bukan merupakan entitas warga Kelurahan Ngelo, bahkan terdapat individu dari luar Kecamatan Cepu.

 

Involusi Politik (Political Involution): Munculnya nama SL, seorang pengurus partai politik lokal, dan SM, yang juga non-lokal, dalam struktur pelaksana, memicu spekulasi mengenai intervensi political leverage yang mengesampingkan kapabilitas warga sekitar yang terbukti mumpuni.

 

II. VIOLATION OF MANDATE: EKSKLUSI WARGA DAN DEVIASI JUKNIS

Investigasi gabungan tim IWOI Blora-Bojonegoro mengonfirmasi kebenaran inkonsistensi domisili SL dan SM. Temuan ini berbenturan frontal dengan regulasi yang menjadi basis legalitas proyek.

 

REGULASI YANG TER-ABUSE:

 

Peraturan Direktur Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen Nomor: M2400/C/HK.03.01/2025 secara determinan menggarisbawahi: “Mekanisme swakelola dimaknai sebagai bentuk mekanisme pengelolaan revitalisasi secara mandiri oleh satuan pendidikan yang melibatkan peran serta masyarakat.”

 

INTERPRETASI EKSTREM: Pelibatan individu non-lokal mengindikasikan pergeseran paradigma dari swakelola murni menjadi proyek terselubung yang meng-eliminasi hak partisipasi masyarakat setempat, menimbulkan bias dalam local empowerment.

 

III. PARADOKS KOMUNIKASI: NARASI YANG CONTRADICTORY

Upaya klarifikasi terhadap pihak sekolah dan Dinas Pendidikan justru menghasilkan paradoks komunikasi yang memperparah public distrust.

 

Kepala Sekolah (Key Person): Kun Elina, S. Pd., Kepala SDN 2 Ngelo dan Penanggung Jawab P2SP, yang awalnya kooperatif, kemudian secara mendadak menjadi non-responsif menjelang penyelesaian proyek. Ia bahkan redirect awak media untuk hanya berinteraksi dengan Ketua Panitia (SL).

 

Ketua Panitia (Conflict of Interest): SL, saat dikonfirmasi, justru memberikan kesaksian yang kontras dengan asumsi keterlibatan lama. “Baru kenal, ya sejak dimulai proyek revitalisasi ini,” cetusnya, yang secara implisit mempertanyakan rasionalitas penunjukannya sebagai leader proyek sensitif ini.

 

DAMPAK: Dua pernyataan yang berseberangan ini menciptakan ambiguitas struktural dan menambah kompleksitas penyelidikan. Contradictory statements tersebut memperkuat dugaan adanya konspirasi senyap di balik penunjukan P2SP.

 

IV. SERUAN AKUNTABILITAS: THE FINAL CALL FOR TRANSPARENCY

Reaksi masyarakat lokal mencerminkan kekhawatiran yang sah (legitimate concern). Warga mempertanyakan efisiensi dan integritas proyek ketika SDM lokal yang mumpuni justru diabaikan.

 

IMPERATIF PUBLIK: Proyek APBN 2025 harus menjadi katalisator peningkatan mutu, bukan vehikel bagi kepentingan eksklusif pihak tertentu. Kasus ini menuntut audit struktural dan intervensi dari otoritas yang lebih tinggi. Tim IWOI bersumpah akan terus melakukan advokasi dan monitoring secara agresif untuk memastikan proyek ini kembali ke jalur swakelola, transparency, dan public accountability. ( WHY )

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *