LPRI Bongkar Dugaan Manipulasi Transparansi Dana Desa Sekaran: Proyek 2020–2024 Tanpa Prasasti, Pejabat Desa Tantang Dilaporkan

banner 468x60

Nganjuk,Frekwensipos.com. Jawa Timur
Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) DPC Nganjuk mengungkap indikasi kuat pelanggaran transparansi dan tata kelola Dana Desa di Desa Sekaran, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, setelah melakukan klarifikasi langsung ke kantor desa pada Kamis, 18 Desember 2025.

Klarifikasi yang semestinya berjalan terbuka justru diwarnai ketegangan, sikap defensif, dan pernyataan kontroversial dari aparatur desa dan tim pelaksana kegiatan (TPK).

banner 336x280

Team Lembaga LPRI tidak dapat bertemu dengan Kepala Desa Sekaran dengan alasan sakit. Klarifikasi hanya dilakukan dengan Sekretaris Desa, TPK, serta Jogoboyo selaku pendamping kegiatan.

Sejak awal, kedatangan LPRI dipertanyakan dan disikapi dengan nada tidak bersahabat, bahkan nyaris berujung adu argumen. Kondisi ini dinilai mencerminkan rendahnya komitmen keterbukaan dalam pengelolaan dana publik.

Pengakuan Mengejutkan: Prasasti Proyek dengan Sengaja Tidak Dipasang

Dalam klarifikasi lapangan, LPRI bersama Jogotirto meninjau langsung pembangunan fisik Dana Desa, khususnya tahun anggaran 2024. Hasilnya, ditemukan fakta mencolok:

Pembangunan jalan aspal tanpa satu pun prasasti proyek

Proyek fisik sejak 2020 hingga 2024 diakui tidak pernah dipasangi prasasti

Jogotiro secara terbuka menyatakan bahwa ketiadaan prasasti merupakan perintah dari Kepala Desa

“Dari 2020 sampai 2024 memang tidak pernah dipasang prasasti. Itu perintah Pak Kades,” ungkap Jogotirto yang sekarang menjabat sebagai bendahara kepada tim LPRI.

Tak hanya itu, proyek pelengsengan yang diklaim terealisasi, di lapangan hanya ditemukan dua titik fisik, dan keduanya juga tanpa papan informasi proyek dan prasasti.

Dalih Inspektorat: Pernyataan yang Memantik Kecurigaan

Pernyataan lain yang disampaikan Jogotirto semakin memperkeruh persoalan. Ia mengaku tidak memasang prasasti karena:

“Kata inspektorat tidak usah dipasang, yang penting sudah dimonev. Nanti-nanti saja.”

Pernyataan tersebut dinilai sangat serius dan berpotensi menyeret institusi pengawasan jika benar adanya, karena bertentangan langsung dengan prinsip keterbukaan informasi publik.

Lebih jauh, pihak desa menyatakan telah diperiksa oleh Inspektorat dan Kecamatan serta menegaskan bahwa tidak ada temuan. Bahkan, dengan nada menantang, disampaikan pernyataan:

“Silakan kalau mau dilaporkan.”

LPRI DPC Nganjuk menegaskan bahwa tidak dipasangnya prasasti proyek bukan persoalan sepele, melainkan pelanggaran serius terhadap hak masyarakat desa untuk mengetahui dan mengawasi penggunaan uang negara.

Tanpa prasasti, publik kehilangan akses informasi penting, antara lain:

Besaran anggaran

Tahun pelaksanaan

Volume pekerjaan

Pelaksana kegiatan

Sumber dana negara

Kondisi ini membuka ruang kecurigaan publik terhadap potensi penyimpangan, mark-up, hingga rekayasa laporan pertanggungjawaban.

Ketua Lembaga LPRI menyebut sedikitnya empat payung hukum nasional yang berpotensi dilanggar:

1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Pasal 24 dan Pasal 26 ayat (4) huruf f: kewajiban transparansi dan akuntabilitas kepala desa

2. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 52: kewajiban membuka informasi dan sanksi pidana atas penutupan informasi publik

3. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

Kewajiban pertanggungjawaban dan keterbukaan pengelolaan keuangan desa

4. Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)

Indikasi maladministrasi dan penyalahgunaan kewenangan

Langkah Tegas LPRI

LPRI DPC Nganjuk menegaskan tidak akan berhenti pada klarifikasi. Seluruh temuan, pengakuan, dan pernyataan aparatur desa akan dibukukan secara resmi sebagai bahan:

Pengaduan masyarakat (Dumas)

Pelaporan ke Inspektorat Provinsi Jawa Timur

Laporan ke Ombudsman RI

Pelaporan ke aparat penegak hukum apabila ditemukan indikasi kerugian negara

“Dana desa bukan milik kepala desa, bukan milik TPK, dan bukan pula milik segelintir orang. Dana desa adalah uang rakyat yang wajib dikelola secara terbuka. Jika transparansi sengaja dihilangkan, maka patut diduga ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” tegas Joko. (Dendy).

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *