Ngawi, FrekwensiPos.Com – Transformasi kebijakan pembangunan di sektor ketahanan pangan, ekonomi, dan sosial terus dilakukan pemerintah guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Paradigma “Pro Rakyat” menjadi core principle dalam setiap program, meskipun tak jarang program sebelumnya diklaim kurang efektif dan memerlukan reformation.
Salah satu program yang menjadi sorotan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang digagas pada tahun 2007. Setelah dihentikan pada 2014 oleh Presiden Joko Widodo karena isu inefficiency, marwah PNPM berevolusi menjadi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) yang dikelola secara mandiri oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sejak 2015. UPK hadir sebagai lembaga keuangan non-bank dengan primary mission pengentasan kemiskinan serta penguatan ketahanan pangan dan sosial.
Budi Untung, salah satu dari Ketua UPK di Kabupaten Ngawi, menjelaskan, “UPK, sebagai continuum dari PNPM, berupaya meningkatkan kapasitasnya dengan melibatkan seluruh leading sectors mulai dari pemerintah desa, kecamatan, hingga masyarakat. Kami ( UPK.red ) memperkuat permodalan melalui kebijakan perkreditan yang mudah dan memadai, mendorong pemerataan pembangunan.” Ia menekankan bahwa spirit, commitment, dan synergy antar lini dalam tubuh UPK adalah krusial agar tidak dicap sebagai program gagal.
“UPK harus mampu dan sensitive terhadap peluang usaha di era digitalisasi, meski terganjal modal dan terikat regulasi pemerintah, seperti penyediaan pupuk dan LPG,” imbuhnya.
Dinamika Kompetisi dengan Koperasi Merah Putih
Menanggapi kehadiran Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) atau Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), Budi Untung menyatakan, “Berdirinya KKMP/KDMP berdasarkan instruksi Presiden RI tidak akan membuat UPKMD gagal, justru akan menjadi positive competitor dalam pelaksanaan program ketahanan pangan, ekonomi, dan sosial.”
Ia menambahkan bahwa UPK di Kecamatan Pitu telah mendapatkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah desa, terbukti dengan adanya bantuan sosial dan santunan tahunan yang secara kontinyu dilakukan dan diprogramkan UPK untuk desa .
Mengenai kemungkinan merger UPK dengan KKMP/KDMP, Budi Untung menegaskan, “Kami menunggu arah kebijakan pemerintah. Harapan UPK adalah dapat bersinergi dan menjadi kopetitor positif dalam pencapaian sub-bidang ketahanan pangan, ekonomi, dan sosial menuju Indonesia Emas 2045 yang lebih besar.”
Potensi keberhasilan suatu program, menurut Budi Untung, sangat ditentukan oleh kesiapan modal dan human resources (HR) pelaksana dan itu hukumnya wajib jika tidak ingin program itu gagal . Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49 Tahun 2025 memungkinkan KKMP/KDMP mengajukan pinjaman hingga Rp3 – 5 miliar, sementara UPK masih bergantung pada Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) untuk pengembangan modal sementara untuk penyertaan modal melalui desa belum memungkinkan terbentur regulasi. Namun, UPK memiliki competitive advantage dengan sub-bidang usaha yang sudah berjalan dan didukung oleh SDM yang tersertifikasi melalui berbagai workshops.
Transformasi dan Visi Masa Depan
Transformasi UPK menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUMDesa, yang mengharuskan pengelola dana bergulir eks PNPM Mandiri Perdesaan untuk bertransformasi dalam waktu dua tahun. Ini adalah rekapitalization aset dana bergulir yang sebelumnya belum memiliki payung hukum jelas.
Koperasi Merah Putih, yang didasarkan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, bertujuan untuk memperkuat swasembada pangan, memeratakan ekonomi, dan menjadikan desa sebagai pillar pembangunan ketahanan pangan dan ekonomi. Koperasi ini akan menyediakan layanan komprehensif seperti toko sembako, klinik desa, simpan pinjam, hingga logistik desa. Pemerintah pusat dan daerah memiliki mandate untuk mendukung inisiatif ini melalui alokasi dana, pelatihan SDM, dan fasilitasi lahan.
Pada akhirnya, baik UPK maupun KKMP/KDMP dituntut untuk terus berinovasi dan membangun komunikasi yang kuat dengan pemerintah desa. Sustainability dan relevance program akan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka dalam membuat terobosan, menggaet beneficiaries, dan memastikan tidak ada overlap dalam pelayanan. Pengembangan kapasitas, efektivitas pengawasan, dan keseriusan Badan Kerja Sama Antar Desa sebagai stakeholder utama akan menjadi kunci keberhasilan kedua lembaga ini dalam memajukan kesejahteraan masyarakat pedesaan. ( Red** )



