Ngawi.FrekwensiPos.Com – Drama seputar pengisian perangkat desa di Desa Banget, Kwadungan, Ngawi, kian memasuki babak baru yang sarat kejanggalan. Apa yang seharusnya menjadi proses transparan kini berubah menjadi sebuah “riddle wrapped in a mystery inside an enigma,” saat Ketua Panitia, Andri, secara mengejutkan mengaku tidak memahami formasi jabatan yang diujikan. Pengakuan ini tidak hanya memicu polemik, tetapi juga menimbulkan keraguan serius terhadap integritas seluruh proses.
Pernyataan Kontroversial dan Kekacauan Informasi
Dalam sebuah wawancara pada Rabu (10/9/2025), Andri dengan lugas mengungkapkan ketidakpahamannya. “Untuk formasinya apa ya, saya kok gak paham, apa ‘uceng’ atau bendahara keuangan gitu sebutannya,” ujarnya. Pernyataan ini sontak memicu a total loss kepercayaan publik. Bagaimana mungkin seorang Ketua Panitia, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan validitas dan kejelasan, malah tidak menguasai detail fundamental dari tugasnya?
Ironisnya, di tengah kebingungan ini, Andri tetap bersikukuh bahwa keterangan dari Kepala Desa adalah yang paling valid, seraya menuding Ketua BPD sebagai biang kerok keributan. “Saya gak mau ada gap, Ketua BPD kenapa bikin gaduh sehari sebelum tes, kemarin kemana saja. Jadi sebenarnya pemberitaan jenengan itu salah… Yang jelas saya netral, tidak memihak siapapun,” tambahnya, seolah-olah berusaha mengamankan posisi dalam narasi yang sudah kadung kusut.
Ketidakberesan dan Kekecewaan Peserta
Kontroversi semakin diperburuk oleh kesaksian Anang, salah satu peserta ujian. Ia mengungkapkan bahwa meskipun ada 11 peserta, formasi jabatan yang diperebutkan hanya satu, yaitu Kaur Umum dan Pemerintahan. Proses ujian pun tidak kalah aneh. Soal ujian baru dicetak sesaat sebelum pelaksanaan, sehingga peserta harus menunggu. “Tadi soalnya kita disuruh nunggu dulu, gak sampai setengah jam diprint. Jadi kita ujian dua kali. Yang pertama ujian tulis tadi itu kita gak disuruh milih soal dulu, tapi sudah disiapkan panitia, tinggal digandakan saja,” jelasnya. Prosedur yang tidak standar ini semakin menambah bobot keraguan terhadap the whole integrity dari ujian.
Reaksi Keras dari Pemerintah Kecamatan
Menanggapi carut-marut ini, Camat Kwadungan, Didik Hartanto, memberikan respons yang tegas dan lugas. Ia menekankan bahwa semua proses harus mengacu pada regulasi yang ada, baik Perda maupun Perbup, dan penandatanganan pakta integritas harus menjadi a non-negotiable term.
Secara khusus, Didik menyoroti pernyataan Ketua Panitia. “Itu spontanitas ya. Namanya kekosongan jabatan, semua pihak pasti tahu, dari masyarakat pun tahu. Masak ketua panitia tidak tahu,” tandasnya. Komentar ini bukan hanya menyanggah pernyataan Andri, tetapi juga menempatkannya pada posisi yang sangat defensif, menimbulkan pertanyaan besar mengenai the sheer incompetence yang ditunjukkan.
Hingga saat ini, belum ada penyelesaian final terkait polemik ini. Kondisi ini menuntut transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak, terutama di tengah a crisis of public trust. Akankah polemik ini menemukan jalan keluar yang jernih, ataukah akan terus menjadi “enigma” yang menggerogoti kepercayaan masyarakat? ( Red** )