Bupati Ngawi Minta Semua Kecamatan Gelar Karnaval Budaya HUT RI: “Nasionalisme Dipertanyakan Jika Tidak “

banner 468x60

Ngawi, FrekwensiPos.Com – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) pada 17 Agustus 2025, muncul kekhawatiran di kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terkait isu pembatalan pawai karnaval budaya di beberapa kecamatan. Fenomena ini, tentu saja, menimbulkan economic uncertainty bagi penyedia jasa dan barang seperti persewaan kostum tradisional dan modern, perias, salon kecantikan, pengusaha tenda, penyedia sistem suara, pedagang kain, sanggar seni, pedagang kaki lima, dan berbagai pelaku usaha jasa lainnya yang sangat bergantung pada momentum tahunan ini.

 

banner 336x280

Dalam upaya menjamin kelangsungan UMKM serta pelestarian tradisi budaya lokal, pada Rabu, 30 Juli 2025, perwakilan perias, salon, persewaan busana adat, dan desainer lokal dari Kecamatan Widodaren, Kedunggalar, Jogorogo, serta Sine, mengadukan permasalahan ini langsung kepada Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, di kediaman dinasnya di Jalan Hasanudin Ngawi.

 

Audiensi dengan Bupati Ngawi

 

Diterima langsung oleh “Mas Ony”, sapaan akrab orang nomor satu di Bumi Orek-orek, audiensi berlangsung kurang lebih selama satu jam di teras kediaman Bupati. Bagus Sajiwo, perwakilan dari Kecamatan Widodaren, mengungkapkan keluhannya mengenai pembatalan sepihak karnaval oleh Camat Widodaren yang sebelumnya telah diumumkan akan diselenggarakan pada 19 Agustus. “Kami memohon kepada Bapak Bupati, selaku pemimpin kami, untuk memberikan solusi, karena jujur saja, panen kami hanya sekali setahun, yaitu saat Karnaval 17-an. Kami sudah menerima banyak pesanan dari individu, instansi, maupun sekolah, bahkan sudah menerima uang muka. Tiba-tiba, Camat Bowo menghubungi kami bahwa karnaval dibatalkan. Kami jelas in a state of disarray, apalagi sebagian pembuatan kostum sudah kami lakukan dengan modal yang tidak sedikit. Kami sempat bersitegang dalam rapat di kantor kecamatan,” terang Bagus, yang diamini oleh rekan-rekan seprofesinya.

 

Senada, Endang Setyowati, perwakilan dari Kecamatan Kedunggalar, juga mengeluhkan bahwa pada tahun ini Kecamatan Kedunggalar tidak akan mengadakan karnaval, sebagaimana informasi yang diterimanya dari Camat Kedunggalar. “Kami memohon Bapak Bupati agar tradisi pawai budaya 17-an ini bisa tetap dilaksanakan. Kami sudah terlanjur berbelanja bahan kostum dan siap berkarya,” kata pengusaha rias, salon, dan persewaan baju “Kencana Wungu Jatigembol” tersebut di hadapan Bupati. Keluhan serupa juga disampaikan oleh perwakilan dari Kecamatan Jogorogo dan Sine, menekankan pentingnya karnaval sebagai sumber mata pencaharian mereka. “Kunjungan kami ini didukung oleh banyak seniman se-Ngawi dengan harapan yang sama, Bapak Bupati,” kata Ristiana, perias dari Desa Dawung Jogorogo.

 

Tindakan Cepat dan Penegasan Bupati

 

Setelah mendengarkan keluhan para insan seni dan melakukan dialog singkat, Mas Ony seketika itu juga menelepon Sekretaris Daerah Kabupaten Ngawi, Mokh. Sodiq Tri Widiyanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Kabul Tunggul Winarno, dan Camat Kedunggalar, Moh. Nur Arifin, untuk segera menindaklanjuti keluhan pelaku UMKM seni tersebut dan tetap menyelenggarakan pawai budaya karnaval.

 

“Kegiatan setahun sekali ini sangat paramount karena merupakan wujud peringatan Hari Kemerdekaan, yang dahulu direbut oleh para pahlawan bangsa dengan jiwa, raga, bahkan nyawa mereka. Sekarang kita hanya tinggal memperingati saja, mengapa harus keberatan? Dengan karnaval, nilai-nilai nasionalisme akan tertanam pada peserta, yang mayoritas adalah anak-anak sekolah. Ini juga akan menggerakkan roda ekonomi yang begitu besar di masyarakat, serta mampu menghibur rakyat. Saya pikir masyarakat juga paham arti ‘Jer Basuki Mawa Beya’ (segala sesuatu membutuhkan pengorbanan/biaya), dan para Camat tidak perlu takut menyelenggarakannya selama itu digunakan untuk kebaikan,” tegas Bupati.

 

Di sisi lain, banyak masyarakat mendukung ketegasan Bupati. Seperti yang diungkapkan oleh warga bernama Rony dan beberapa warga lain yang siang itu sedang minum kopi di warung belakang Mall Pelayanan Publik (MPP) dekat Tugu Kartonyono Ngawi. “Sepakat dengan Bapak Bupati. Masyarakat kecil seperti kami ini, saat 17-an yang ditunggu ya pawai karnaval itu. Kalau tidak ada, ya pasti sepi, seperti tidak terasa, dan ada yang hilang. Kalaupun ada iuran pada anak-anak kami yang sekolah, kami memahami kok selama ini, memang untuk pawai. Kami senang anak kami bisa tampil memakai pakaian adat, itu momen yang kami tunggu,” kata mereka. (BD)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *