NGAWI .FREKWENSIPOS.COM – Sebuah insiden kemanusiaan yang berpotensi memicu krisis gizi massal telah mengguncang Kabupaten Ngawi. Puluhan siswa dari SMKN 1 Sine, dan bahkan merembet ke SMP Muhammadiyah Sine, dilarikan ke fasilitas kesehatan setelah diduga mengalami keracunan akut pasca mengonsumsi menu dari program ‘Makan Bergizi Gratis’ (MBG) yang diselenggarakan oleh Yayasan SPPG (Jendela Cahaya Kebaikan).
Peristiwa ini bukan sekadar insiden kesehatan biasa, melainkan cerminan kelemahan struktural dalam rantai pasok pangan yang seharusnya dijamin oleh tanggung jawab moral dan Hukum penyedia jasa.
KRONOLOGI TRAGEDI:
Dari Santapan Siang Menuju Derita Kolektif
Gejala ini meledak tak lama setelah para siswa mengonsumsi jatah makan siang pada Selasa (30/9/2025)—sebuah menu yang kini menjadi subjek investigasi—berupa ayam tumis lada dan sayur brokoli. Program MBG yang baru seumur jagung (dimulai sejak 22/9/2025) di sekolah tersebut, mendadak berubah menjadi sumber malapetaka.
Pada malam hari, sinyal bahaya sudah muncul, ditandai dengan mual dan pusing. Puncak dramatis terjadi pada Rabu (1/10/2025) pagi, sekitar pukul 10.00 WIB. Ruang kelas menjadi arena derita kolektif: 37 siswa SMKN 1 Sine mengeluhkan sakit perut, diare, pusing hebat, bahkan sejumlah siswi ambruk (pingsan) akibat dehidrasi dan lemas.
Kesaksian Putri, salah satu korban, menggambarkan horor ini: “Sore sudah pusing, tapi saya paksakan masuk. Waktu upacara Hari Kesaktian Pancasila malah tambah puyeng, akhirnya muntah, lemas, dan sesak napas.” Ketahanan fisik para siswa diuji oleh kegagalan intelektual dalam memastikan sanitasi makanan.
DAMPAK MELUAS:
Indikasi Kelalaian dan Tuntutan Akuntabilitas
Data yang terhimpun menunjukkan eskalasi yang mengkhawatirkan:
37 siswa SMKN 1 Sine terpaksa dievakuasi ke Puskesmas Sine dan Klinik Aisyah.
4 siswa SMP Muhammadiyah Sine turut menjadi korban, dua di antaranya sempat dirawat intensif.
Jumlah total penerima manfaat program di SMKN 1 Sine mencapai 1.106 siswa, sebuah populasi rentan yang kini dipertanyakan keamanannya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi segera bertindak, mengambil sampel makanan untuk diuji di laboratorium Surabaya. Tindakan ini krusial untuk menentukan substansi Hukum dari insiden ini.
REAKSI YURIDIS DAN DESAKAN ETIKA
Kepala Yayasan SPPG, Sultoni, menyatakan sikap pasif menunggu hasil uji lab: “Kami masih menunggu hasil resmi… dan akan berkoordinasi dengan instansi terkait.” Pernyataan ini menuai sorotan. Dalam kacamata Hukum pidana, penantian hasil lab adalah tahap pembuktian, namun masyarakat menuntut akuntabilitas etis segera atas dugaan kelalaian yang membahayakan nyawa anak didik.
Dinas Kesehatan memberikan ultimatum prosedural, mendesak sekolah dan penyedia jasa (Yayasan SPPG) untuk memastikan integritas higienis dari bahan baku, proses masak, hingga distribusi. Kegagalan dalam memastikan standar ini dapat berujung pada konsekuensi Hukum serius, termasuk tuntutan pidana atas delik yang membahayakan kesehatan publik.
Hingga berita ini diturunkan, verifikasi ilmiah atas sampel makanan belum tuntas. Seluruh pihak menantikan kepastian Hukum—apakah ini murni kecelakaan pangan, ataukah ada unsur kesengajaan/kelalaian yang dapat dijerat dengan pasal Hukum yang berlaku.Red.Tim.



