SKANDAL ‘QUA NON’ KEPALA SEKOLAH: SMAN 1 KEDUNGGALAR DILANDA ‘BRAZEN ABSENTEEISM’ SANG ‘EDUCATIONAL LEADER’

banner 468x60

Ngawi, FrekwensiPos.Com  – Lingkungan akademik Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kedunggalar saat ini berada di titik didih kegelisahan. Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi benteng disiplin dan keteladanan kini diguncang oleh dugaan ‘brazen absenteeism’ alias ketidakhadiran yang mencolok dan tak tahu malu dari pucuk pimpinan, Kepala Sekolah (KS), Didik Anang Sunarto.

 

banner 336x280

‘GHOST WORKER’ DAN GEJOLAK ‘SOCIAL JEALOUSY’

Fenomena ini telah berlangsung lama, namun memuncak dalam dua minggu terakhir di mana KS Didik disinyalir sama sekali tidak menginjakkan kaki di kantor. “Betul, jarang masuk. Dua minggu ini bahkan enggak ngantor sama sekali,” ungkap seorang staf yang enggan disebutkan namanya, khawatir akan ‘retribution’ dari atasannya, pada awak media, Senin (29/9/25).

 

Kondisi ini menciptakan suasana yang digambarkan sebagai ‘social jealousy’ yang akut di antara staf, guru, dan karyawan SMANIK. Mereka merasa diperlakukan tidak adil, sebab di satu sisi mereka patuh pada regulasi Aparatur Sipil Negara (ASN), namun di sisi lain melihat atasan mereka seolah menerima ‘sine qua non’—gaji yang diterima tanpa menjalankan kewajiban esensial—atau yang lebih ekstrem, ‘eating dead wages’ (makan gaji buta).

 

“Ya enak banget, sering tidak masuk tetap menerima gaji. Ini jelas melanggar ‘fair play’ dalam pengabdian pada pemerintah,” ujar pegawai lain dengan nada getir.

 

DUAL JABATAN DAN KRISIS ‘EDUCATIONAL LEADERSHIP’

Upaya konfirmasi dengan KS Didik Anang Sunarto telah berulang kali gagal karena ketidakhadirannya. Hal ini diperparah dengan informasi dari sejumlah KS SMAN lain yang menyebutkan bahwa Didik juga merangkap jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) KS di salah satu SMAN di Madiun.

 

“Seharusnya ada penjadwalan yang jelas, berapa hari di SMANIK dan berapa hari di Madiun. Ini masalah ‘accountability’ dan ‘transparency’ seorang pimpinan,” tegas seorang KS senior di Ngawi.

 

KEKHAWATIRAN ORANG TUA DAN EFEK ‘DOMINO EFFECT’ PENDIDIKAN

Kekhawatiran yang paling mendasar datang dari wali murid. Jinitie, salah satu wali murid Kelas 12, menyatakan, “Banyak tidak masuknya KS itu, sejak menjabat kayaknya. Kami sebenarnya juga ‘was-was’ [khawatir] dengan kualitas pendidikan anak kami. Kalau ‘educational leader’ jarang ada, pasti beda. Lihat saja di SMAN 1 Ngrambe, KS-nya bahkan datang lebih awal menyambut siswa—itu adalah ‘best practice’ yang jelas tidak ada di sini.”

 

Para siswa pun sepakat, mengonfirmasi bahwa mereka sangat jarang melihat sosok kepala sekolah, bahkan dalam acara-acara penting. “Hari Senin upacara juga enggak ada. Kemarin ada lomba-lomba di sekolah juga tidak masuk. Pokoknya kita jarang melihat,” kata beberapa murid kompak, menunjukkan hilangnya figur ‘role model’ kepemimpinan.

 

PELANGGARAN ‘LEX SCRIPTA’ DAN SANKSI DISIPLINAR

Kasus ini bukan hanya masalah etika, tetapi juga pelanggaran terhadap ‘lex scripta’ (hukum tertulis) yang mengatur kewajiban masuk kerja bagi ASN, yang tertera jelas dalam Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2023. Aturan tersebut mencakup sanksi disipliner ekstrem, mulai dari pemotongan gaji hingga potensi ‘dishonorable discharge’ (pemberhentian tidak dengan hormat) bagi ASN yang mangkir 10 hari kerja berturut-turut.

 

Ketidakhadiran KS ini menimbulkan ‘domino effect’ kerugian bagi putra-putri Kedunggalar. Fungsi kepala sekolah sebagai pendidik, pemimpin, pengawas, penanggung jawab, dan pencipta lingkungan belajar yang kondusif dan berkualitas menjadi ‘null and void’ (batal dan tidak berlaku) karena figur sentral tersebut nyaris selalu absen. Masyarakat Kedunggalar menuntut adanya intervensi dan tindakan tegas atas ‘dereliction of duty’ (pengabaian tugas) yang mencoreng institusi pendidikan. ( Red / Bd.Tim)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *