“Drama Intelektual” di Balik Kebijakan Kontroversial , Analisis Retorika dan Transparansi Publik dalam Kasus Wali Kota Prabumulih

banner 468x60

FrekwensiPos.Com // Wali Kota Prabumulih, Arlan, terperangkap dalam pusaran kontroversi yang kian memanas, menyoroti disharmoni narasi antara pernyataan resmi dan fakta yang beredar di ranah publik. Polemik ini bermula dari afirmasi Wali Kota Arlan melalui video klarifikasi yang secara eksplisit menampik isu pencopotan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah. Dengan retorika defensional, Arlan berupaya mendelegitimasi pemberitaan yang ada, melabelinya sebagai “hoaks” dan membantah keras bahwa sang putra membawa mobil ke sekolah hingga ditegur oleh Roni.

 

banner 336x280

Namun, alih-alih meredam gelombang ketidakpercayaan, video klarifikasi tersebut justru memicu resistensi kolektif dari warganet. Kontradiksi mencolok muncul ketika Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Prabumulih, A Darmadi, sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa pergantian kepala sekolah tersebut memang merupakan instruksi langsung dari wali kota. Situasi ini menciptakan disparitas informasi yang meruncing, memunculkan spekulasi tentang adanya manipulasi wacana demi mempertahankan citra politik.

 

Aksi Roni yang menegur putra Arlan karena membawa mobil ke sekolah, yang disusul dengan pencopotannya, dianggap publik sebagai abrogasi hak dan penyalahgunaan kekuasaan. Netizen, melalui berbagai platform digital, secara komunikan menyuarakan tuntutan agar Arlan mengundurkan diri. Komentar pedas seperti “Basi lu, mundur aja” dan analogi “Mundur atau mau kayak Nepal” menunjukkan adanya disintegrasi kepercayaan publik terhadap kepemimpinan Arlan, yang dinilai inkonsisten dan tidak profesional.

 

Kritik tajam semakin menguat karena klarifikasi Arlan dinilai tidak memenuhi standar akuntabilitas publik. Video tersebut dianggap tidak mampu menjawab keraguan masyarakat, melainkan hanya memperlihatkan maneuver elusif untuk menghindari tanggung jawab. Publik menuntut transparansi radikal dari seorang pejabat yang seharusnya menjadi teladan etis, bukan malah mempertontonkan ambiguitas kebijakan yang merusak kepercayaan publik dan integritas birokrasi. ( Tim ITE )

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *