Hegemoni AKD Kasreman dalam Lanskap Publikasi Desa ‘ Sebuah Anomali Otonomi Lokal ‘

banner 468x60

NGAWI, FREKWENSIPOS.COM – Dinamika pengelolaan anggaran publikasi di tingkat desa, khususnya di Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, kini menjadi sorotan tajam. Kendati setiap entitas desa diberikan alokasi anggaran mandiri untuk keperluan publikasi, realitas di lapangan menunjukkan adanya intervensi eksternal yang signifikan. Penentuan mitra media yang akan meliput berbagai aktivitas desa tampaknya bukan lagi prerogatif kepala desa, melainkan dikoordinasikan secara sentralistik oleh Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kasreman.

 

banner 336x280

Beberapa perangkat desa, yang memilih untuk tidak diidentifikasi demi menjaga anonimitas, mengungkapkan adanya instruksi yang bersifat top-down terkait penunjukan media peliput. “Mohon maaf, anggaran publikasi kami di tahun 2025 hanya Rp 4,5 juta. Namun, penentuan media yang meliput sepenuhnya ditentukan oleh AKD. Kami hanya menunggu konfirmasi dari Bapak Agus, Kepala Desa Jatirejo,” papar salah seorang perangkat desa pada Jumat (1/8/2025). Pernyataan ini mengindikasikan adanya subordinasi kewenangan kepala desa terhadap kebijakan AKD.

 

Sistem penentuan media yang terpusat oleh AKD ini diklaim telah berlangsung cukup lama, dengan justifikasi rasionalisasi distribusi media dan mitigasi potensi duplikasi peliputan antar desa. “Desa hanya bertugas membuat laporan, mengidentifikasi jumlah media yang terlibat, dan besaran alokasi anggaran. Informasi mengenai media mana saja yang akan meliput kemudian diinformasikan kepada kami,” imbuhnya.

 

Di sisi lain, Agus, Kepala Desa Jatirejo sekaligus Ketua AKD Kasreman, seperti tahun sebelumnya saat terbentur oleh sebuah problema yang ia ciptakan menepis tudingan mengenai intervensi berlebihan dari pihaknya.

“Hingga hari ini, saya belum menerima informasi resmi terkait laporan dari delapan desa yang akan mengajukan publikasi media. Jujur, ini membuat saya pusing. Saya tidak mengekang, dan saya juga tidak mengatur ‘rumah tangga’ desa lain. Tidak ada paksaan dari saya, dan saya pribadi tidak mengharapkan imbalan apapun dari desa ataupun media,” kilahnya.

 

Agus juga menambahkan, “Saya tidak menyalahkan pihak-pihak yang mengatakan hal tersebut. Kapabilitas setiap desa itu berbeda. Tidak ada kewajiban mutlak. Seharusnya, tanpa campur tangan saya, desa bisa mengatur sendiri media mana yang akan meliput.”

 

Namun, pernyataan Agus tersebut kontradiktif dengan pengakuan sejumlah kepala desa lain di Kecamatan Kasreman. Mereka justru mengkonfirmasi bahwa proses koordinasi dan penunjukan media memang diatur secara langsung oleh Ketua AKD.

 

“Semua terkait publikasi diatur oleh AKD, kami hanya menjalankan instruksi. Media mana yang akan meliput, semua diatur oleh Bapak Agus, dan bahkan pembayaran kepada media pun melalui Bapak Agus,” ungkap salah satu kepala desa.

 

Dengan total delapan desa di Kecamatan Kasreman, skema koordinasi publikasi ini disebut-sebut sebagai upaya efisiensi dan pemerataan. Namun, mekanisme tersebut mengikis prinsip otonomi desa dalam mengelola anggaran publikasi, yang seyogyanya dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing wilayah. The principle of subsidiarity, di mana keputusan harus dibuat pada tingkat pemerintahan terdekat dengan masyarakat, tampaknya terabaikan dalam konteks ini.

 

Polemik ini menjadi sebuah refleksi krusial bagi tata kelola desa, menegaskan kembali urgensi penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan otonomi fiskal dalam penggunaan anggaran publik. Ini adalah litmus test bagi komitmen terhadap good governance di tingkat lokal, serta menuntut adanya re-evaluation terhadap praktik-praktik yang berpotensi membatasi independensi desa dalam menentukan prioritas dan mitra strategisnya. ( Red ** )

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *