Nganjuk, Frekwensipos.com – 27 Juni 2025, Dugaan rekayasa dalam penyaluran bantuan hibah ternak kembali mencuat di Kabupaten Nganjuk. Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Budi Rahayu, Desa Ngudikan, kecamatan Wilangan Kabupaten Nganjuk, ketua pokmas Sumaji, mengakui telah mengganti sapi bantuan tanpa disertai dokumen resmi.
Seperti surat keterangan dari dokter hewan yang seharusnya ada untuk Penggantian tersebut disebut-sebut dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan oknum pejabat di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Nganjuk.
Pengakuan Sumaji terungkap dalam investigasi yang dilakukan Lembaga Pemantau Reformasi Indonesia (LPRI) DPC Nganjuk pada Kamis (26/6/2025). Lembaga ini menyoroti ketidaktertiban administrasi dalam pelaksanaan program hibah yang berasal dari dana aspirasi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Partai Demokrat.
“Kami menerima bantuan senilai Rp200 juta untuk program Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO). Tahun2023 Dana itu digunakan untuk membeli sapi, membangun kandang, pengadaan mesin pengolah pupuk, dan satu unit motor Tossa. Namun hingga kini, BPKB motor Tossa masih ditahan oleh Dinas Pertanian/Peternakan,” kabupaten Nganjuk, ungkap Sumaji kepada tim lembaga LPRI.
Ia juga mengakui bahwa telah mengganti sapi bantuan tersebut dengan yang baru,asal mula jumlah sapi indukan 8 ekor tinggal 5 ekor indukan yang di tukar 3 ekor, jadi 2 ekor tanpa berita acara atau dokumen resmi. Dan surat keterangan dari dokter hewan Tindakan itu, menurutnya, telah dilaporkan kepada Kepala Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian/Peternakan, Singgih, dan mendapat persetujuan secara lisan.
“Saya sudah sampaikan ke Pak Singgih, dan beliau menyetujui. Tapi memang tidak ada dokumen tertulis,” jelasnya.
Lembaga LPRI Desak Penegakan Hukum
Ketua Lembaga LPRI Kabupaten Nganjuk mengecam keras tindakan tersebut. Ia menyatakan bahwa proses penggantian sapi tanpa dokumen resmi adalah bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Bagaimana mungkin aset negara yang diberikan melalui hibah bisa diganti begitu saja tanpa berita acara? Ini mencederai kepercayaan publik dan menyalahi aturan,” tegasnya.
Lembaga LPRI menyebut bahwa tindakan ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan berpotensi melanggar hukum, antara lain:
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun.
Pasal 421 KUHP, yang mengatur penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh pejabat negara.
Minta Audit dan Proses Hukum
Lembaga LPRI mendesak agar inspektorat daerah, kejaksaan, dan aparat penegak hukum segera melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan dana hibah di Pokmas Budi Rahayu. Selain itu, pihaknya juga meminta agar keterlibatan oknum dinas ditelusuri secara tuntas.
“Kami akan melaporkan secara resmi jika dalam waktu dekat tidak ada tindak lanjut dari pihak terkait. Hibah bukan milik pribadi, tetapi harus dikelola secara transparan dan untuk kesejahteraan masyarakat,” tegas Ketua Lembaga LPRI Nganjuk.(DD).


Seperti surat keterangan dari dokter hewan yang seharusnya ada untuk Penggantian tersebut disebut-sebut dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan oknum pejabat di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Nganjuk.
