Konversi Eigendom di Genengan Diduga Prematur, Warga Resah Kehilangan Mata Pencaharian

banner 468x60

Ngawi, FrekwensiPos.Com // Persoalan warisan kepemilikan tanah era kolonial Belanda, Eigendom Verponding, kembali mencuat di Dusun Genengan, Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi. Konversi tanah Eigendom seluas kurang lebih 4 hektar menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Desa Bringin menuai kontroversi dan diduga prematur, menimbulkan keresahan di kalangan warga yang menggantungkan hidup dari aktivitas penambangan batu manual dilokasi sekitar bekas Galian C.

Eigendom Verponding sendiri merupakan istilah yang merujuk pada hak kepemilikan tanah di masa kolonial (Eigendom) yang disertai dengan nomor tagihan pajak (Verponding). Konversi tanah-tanah bekas hak barat ini telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang memberikan batas waktu 20 tahun sejak UUPA berlaku untuk proses konversi.

banner 336x280

Kejanggalan muncul karena Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tanah Eigendom tersebut baru diterbitkan pada tahun 2022. Pada tahun yang sama, tanah tersebut langsung dialihkan statusnya menjadi tanah kas desa dengan penerbitan SHM atas nama Desa Bringin. Proses yang terkesan terburu-buru ini menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat.

Perubahan status ini berdampak langsung pada aktivitas penambangan batu manual yang telah menjadi mata pencaharian sebagian warga Genengan selama puluhan tahun. Mereka khawatir aktivitasnya kini dianggap ilegal. Seorang warga Genengan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Kondisi sekarang serba salah. Jika menambang, kami harus izin desa dan memberikan kontribusi. Jika tidak ada izin, kami bisa dianggap menjarah atau mencuri.” Warga tersebut menambahkan bahwa seharusnya ada musyawarah dan dialog dengan warga sebelum tanah tersebut dialihkan menjadi tanah kas desa.

Kepala Desa Bringin menjelaskan bahwa pengajuan perubahan status tanah Eigendom menjadi hak milik desa telah melalui proses musyawarah desa yang melibatkan seluruh elemen pemerintahan desa, termasuk perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Ia juga membenarkan bahwa SPPT diterbitkan pada tahun 2022 dan menjadi dasar pengajuan sertifikat hak milik desa melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Desa Bringin juga telah membayar SPPT sebanyak tiga kali sejak saat itu.

Kades Bringin menambahkan bahwa tanah kas desa tersebut rencananya akan dikembangkan menjadi objek wisata alam ‘ Padas Krowak ‘ yang diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Sejak menjadi hak milik desa, sejumlah tanaman peneduh dan buah-buahan telah ditanam di lokasi tersebut. Pihak desa juga membuka peluang investasi untuk pengembangan infrastruktur.

Namun, penjelasan ini belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran warga. Mereka tetap mempertanyakan urgensi dan proses yang dinilai terlalu cepat, serta kurangnya komunikasi dan pelibatan warga dalam pengambilan keputusan. Persoalan ini membutuhkan tindak lanjut dan solusi yang adil bagi seluruh pihak terkait.

” Ini bisa dikatakan kejahatan sistematis , desa sebagai korporasi dan kepala desa sebagai penanggung jawab kejahatan ,bahkan dari kejadian ini keberpihakan kepala desa pada warga perlu dipertanyakan di Pilkades kedepan , kejadian ini mirip kasus pemagaran laut harus ada yang bertanggung jawab “, ungkap warga genengan dengan wajah masam. ( BB.red”” )

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *