Ngawi .FrekwensiPos.Com – Menghadapi disrupsi informasi dan redundansi publikasi yang kerap mengaburkan transparansi, para kepala desa di Kecamatan Kasreman telah mengambil langkah ekstrem namun progresif dengan menginisiasi sistem koordinasi satu pintu untuk segala aktivitas publikasi desa. Sebuah quantum leap dalam tata kelola informasi lokal, inisiatif ini akan diorkestrasi secara meticulous oleh Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kasreman, menandai era baru efisiensi dan coherence informasi publik di tingkat akar rumput.
Inisiatif ini lahir dari respons cepat Ketua AKD Kasreman, Agus, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Jatirejo. Ia menegaskan bahwa konsensus ini adalah sine qua non untuk memitigasi potensi disharmony antar desa dan menata sistem publikasi yang orderly. Penegasan ini muncul setelah munculnya spekulasi yang menuduh dirinya melakukan intervensi berlebihan dalam domain publikasi desa.
“Saya langsung reaktif. Saya segera mengumpulkan seluruh kepala desa se-Kasreman. Selanjutnya, kami akan mengintensifkan koordinasi kami,” tegas Agus, menyoroti urgensi respons kolektif.
Pertemuan krusial ini, yang diselenggarakan di kediaman Kepala Desa Cangakan, dihadiri oleh lima kepala desa yang secara unanimous menyetujui implementasi sistem satu pintu dalam skema publikasi desa. Absensi beberapa kepala desa lainnya tidak mengurangi validitas dan legitimacy keputusan yang diambil.
Kukuh, Kepala Desa Kasreman, menggarisbawahi imperatif dari sistem koordinasi satu pintu ini, yang akan berfungsi sebagai safeguard terhadap overlapping publikasi yang sebelumnya sering terjadi akibat otonomi publikasi masing-masing desa.
“Sebelumnya, setiap desa beroperasi secara insular, seringkali menyebabkan duplikasi yang tidak perlu. Saya menyarankan optimalisasi koordinasi. Perlakuan media di Bringin dan Pangkur mungkin divergen dengan di Kasreman. Kita tidak bisa berspekulasi tanpa parameter pagu yang jelas. Jika empat media masih manageable, idealnya kita mengalokasikan anggaran untuk enam media,” ujar Kukuh dengan prudence pada Senin (4/8/25).
Senada dengan Kukuh, Minto, Kepala Desa Gunungsari, turut memberikan endorsement penuh terhadap sistem ini. “Koordinasi harus berbasis pada pagu yang tersedia untuk meminimalisir gejolak. Mengingat pengalaman sebelumnya di mana koordinasi media oleh pihak yang tidak accountable justru menciptakan komplikasi bagi desa,” paparnya.
Purahman, Kepala Desa Tawun yang baru menjabat, menyatakan adherence penuh terhadap keputusan tersebut. “Sebagai kepala desa yang baru, saya akan mengikuti inisiatif terbaik demi terwujudnya kondusivitas,” ucapnya.
Riyanto, Kepala Desa Cangakan, menambahkan bahwa inter-desa communication telah lama menjadi precedent. “Jika alokasi anggaran saya habis, saya akan mengarahkan ke Desa Jatirejo, sebagai Ketua AKD. Kami menjunjung tinggi interoperability,” jelas Riyanto.
Mengenai perannya sebagai Ketua AKD, Agus mengklarifikasi bahwa intensinya bukan untuk melakukan micromanagement terhadap desa lain, melainkan untuk melakukan synergistic coordination guna mencegah fragmentasi publikasi.
“Seringkali, satu media yang telah mendapatkan exposure di Desa A masih berupaya mendapatkan liputan di Desa B dan C. Dengan koordinasi satu pintu, praktik ini dapat dicegah. Terkadang, karena kedekatan emosional, media langsung berinteraksi dengan kepala desa. Itu adalah hak prerogatif kepala desa, namun saya berharap ada koordinasi yang propitious. Misalnya, jika media A sudah terakomodasi di desa ini, mereka dapat diarahkan ke desa lain,” jelasnya.
Agus juga secara eksplisit membantah anggapan bahwa desa menyetorkan dana kepadanya.
“Jika ada informasi seperti itu di lapangan, silakan dilakukan verifikasi. Faktanya, justru saya seringkali yang melakukan bailout terlebih dahulu jika operasional desa tidak mencukupi. Tanyakan saja Kepala Desa Gunungsari yang sering merepotkan,” candanya, disambut tawa oleh Minto.
Agus menambahkan bahwa setiap desa tetap bertanggung jawab atas pembayaran anggaran publikasi mereka secara langsung kepada media. Menurut Agus, jabatan Ketua AKD sendiri, bersifat ad hoc dan sukarela, tanpa dasar surat keputusan formal.
“Keputusan satu pintu ini diambil berdasarkan spirit of kinship, dan tidak tertulis. Apakah secara hukum ini benar atau salah, saya tidak tahu. Namun, kami sepakat bahwa ini adalah untuk common good,” pungkas Agus, menekankan collective responsibility. ( Red.Tim inv ** )



