SECANGKIR KOPI HIDUPKU

banner 468x60

OLEH.BUDI HANTARA

Epison.2

banner 336x280

Rembulan tenggelam ditelan mendung hitam, sesaat kemudian hujanpun turun.

Kepedihan semakin mengiris hati. Dengan langkah gontai aku mendekati tempat tidur, namun mata sulit kupejamkan. Aku bangkit dan mengamati rak buku yang penuh debu. Kulihat sebuah map merah bertuliskan belum dikirim ke penerbit.” Tiba-tiba jantungku berguncang dahsyat. Bayangan istriku kembali muncul di depan mata. Wajah cantiknya berubah garang penuh murka. Bagaikan Durga yang kejam, dia telah menghancurkan hidupku.

Bayangan itu masih selalu menghantuiku. Aku teringat ketika istriku marah dan membakar kumpulan karyaku dari tahun 1987 sampai 2003. Berpuluh-puluh judul karyaku yang telah diterbitkan berbagai majalah dan koran dibakar habis tak tersisa. Istriku selalu memandang rendah karyaku karena tidak menghasilkan uang banyak. Apalagi setelah dia bisa menghasilkan uang lebih banyak dariku setelah terkenal sebagai penyanyi Campursari.

Luka lama di hatiku tergores lagi. Kini tinggal kenangan pahit yang tersisa dalam kisah ini. Dengan tangan gemetar kubuka dan kubaca halaman demi halaman. Sejenak kuletakkan karena ada beberapa halaman yang hilang. Kemudian kuulangi lagi membaca dari halaman pertama. Kisah yang penuh jeritan hati ini sengaja kusimpan sebagai pengalaman pribadi yang pahit selama bertahun-tahun. Sekarang sudah saatnya kubuka agar kebenaran tidak diputarbalikkan.


Lewat kisah ini kutumpahkan segudang rasa yang membuncah dalam dada. Sebuah kisah usang tentang hidup dan kesetiaan. Lintang Ayu adalah masa lalu yang tak terhapuskan dari deretan puisi cinta. Kau indah laksana bintang. sinarmu tetap cemerlang…. Fantasiku terbang tinggi bersama Lintang Ayu. Bagai sepasang burung camar, kami terbang melintasi samudera sampai akhirnya terhempas di atas hamparan pasir pantai Siung yang masih perawan. Lintang Ayu, masih ingatkah kau? Kala itu kulukis wajah cantikmu dengan segenap hati. Seolah engkau tersenyum padaku. Namun saat gelombang pasang mendera lenyaplah segala kecantikanmu. Akhirnya kusadari bahwa mendamba cintamu bagaikan melukis di atas pasir.


Kisah ini bagaikan roman picisan, namun sarat warna kehidupan. Lintang Ayu, sesungguhnya hanyalah gadis idola dalam fantasiku. Cintaku padanya hanya bermekaran dalam mimpi. Walau mimpiku tak menjadi nyata, namun aku tak patah hati. Dengan api cinta yang berkobar aku terus berlari mengejar mimpi. Seribu kota kusinggahi dengan harapan bisa bertemu dengan sang pujaan hati. Walaupun rasa lelah menyiksa diri, aku tak pernah berhenti berharap. Aku tetap menggenggam segunung cinta dan asa. Pada saatnya nanti aku pasti akan berjumpa Lintang Ayu, kekasih hatiku. Aku ingin melihat senyumnya. Aku ingin melihat indah bola matanya. Aku ingin memeluknya dan merasakan damainya cinta. Bersambung……

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *