Blitar,Frekwensipos.com.- kamis 10 April 2025,Seorang yang bukan nasabah Bank BRI, yang dikenal dengan Bu riani, melaporkan dugaan pemalsuan balik nama sertifikat yang melibatkan oknum pegawai Bank BRI Cabang blitar.
Menurut laporan yang disampaikan ke pihak kuasa, korban merasa dirugikan karena sertifikatnya tiba- tiba sudah di AJB nama inisial ST yang di bantu oleh oknum pegawai bank BRI selaku mantri bank BRI cabang blitar, dan mantri tersebut menjanjikan kepada korban bu ini dipinjam dulu nanti selang waktu 3- 4 bulan saya ganti sertifikat atas nama mbok landeb dan sertifikat atas nama tatang untuk pengganti sertifikat bu riani untuk pinjaman di bank BRI sebesar Rp.800.000.000,00-.
Kejadian tersebut bermula pada tanggal 17 Juli 2019 saat mantri oknum pegawai Bank BRI cabang blitar diduga menggunakan tipu muslihat nya untuk bisa agar korban bisa tanda tangan, Lebih parahnya lagi dihari yang sama tanggal 17/7/2017 terjadi penipuan yang sudah terstruktur oleh oknum pegawai BRI korban tanda tangan dihari yang sama oknum pegawai BRI juga melakukan pencairan di hari itu juga. Apakah teknis di bank BRI di seluruh Indonesia seperti itu saat di tanya mantri bank BRI menjawab ya seperti itu teknis prosesnya dan prosedurnya di Bank BRI.
“Selama hampir 5 tahun, saya justru terkejut ada dari pihak bank BRI datang ke rumah untuk meminta tanda tangan dengan alasan perpanjangan pinjaman, kan ini aneh saya sudah merasa di tipu waktu itu dari mantri bank BRI yang mengatakan dipinjam 3-4 bulan ternyata sampai hari ini tidak di kembalikan sertifikat saya, mengetahui bahwa sertifikat atas nama saya sudah di AJB kan oleh oknum bank BRI cabang blitar dan di pinjamankan uang sebesar Rp. 800.000.000,00- oleh oknum Bank BRI cabang blitar. ” ujarnya,
Tindak pidana penipuan dalam jual beli tanah diatur dalam Pasal 378 KUHP. Pasal ini mengatur tindakan menipu seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah.
Sementara itu, tindak pidana pemalsuan surat tanah diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP.
Penjelasan Pasal 378 KUHP
Pasal 378 KUHP mengatur tindak pidana penipuan, termasuk penipuan dalam jual beli tanah.
Pelaku penipuan dapat diancam dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Penjelasan Pasal 263 KUHP
Pasal 263 KUHP mengatur tindak pidana pemalsuan surat, termasuk pemalsuan surat tanah.
Pelaku pemalsuan surat dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
Selain itu, terkait dengan penggunaan data pribadi tanpa izin, hal ini juga melanggar Pasal 26 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang menyebutkan bahwa setiap pemrosesan data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan dari subjek data.
Sanksi Hukum yang Dapat Dikenakan:
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, oknum yang terlibat dalam pemalsuan data dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengajuan kredit dapat dikenakan sanksi pidana sebagai berikut:
1.Tindak Pidana Korupsi (Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999):
Pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
2.Pemalsuan Dokumen (Pasal 263 KUHP):
Pidana penjara paling lama 6 tahun.
3.Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi (Pasal 26 UU No. 27 Tahun 2022):
Pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar.
Hak-Hak Korban dan Penggantian Kerugian bu riani sebagai korban dalam kasus ini, memiliki beberapa hak yang dilindungi oleh hukum Indonesia, antara lain:
1.Hak untuk Mendapatkan Ganti Rugi: Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, setiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian bagi orang lain berhak untuk mendapat ganti rugi.bu riani berhak untuk menuntut penggantian kerugian yang timbul akibat pencemaran nama baik dan kerugian material yang dideritanya.
2.Hak untuk Menuntut Pidana: bu riani berhak untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang merugikan dirinya kepada pihak berwenang dan mengajukan tuntutan pidana terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini.
3.Hak atas Perlindungan Data Pribadi: Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, bu riani memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penggunaan data pribadinya yang telah disalahgunakan tanpa izin.
4.Hak untuk Mencabut Persetujuan Penggunaan Data Pribadi: bu riani berhak untuk meminta agar penggunaan data pribadinya yang telah disalahgunakan untuk pengajuan pinjaman dihapus dan dibatalkan, serta mendesak Bank BRI untuk melakukan klarifikasi di sistem BI Checking.
“Ini adalah dugaan tindak pidana korupsi yang sangat merugikan dan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan keadilan bagi klien kami, dan meminta agar pihak berwenang segera melakukan penyelidikan terhadap oknum yang terlibat dalam pemalsuan ini,
Dendy nurali selaku yang diberikan surat kuasa untuk menangani kasus ini menegaskan bahwa akan terus mendampingi bu riani untuk mengungkap kebenaran dan memperjuangkan hak-haknya agar kasus ini dapat segera ditindaklanjuti secara hukum. Dalam waktu dekat, mereka berencana untuk melaporkan dugaan tindak pidana ini kepada pihak yang berwajib, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian, untuk mencari keadilan bagi korban.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ada beberapa ketentuan yang relevan terkait dugaan pemalsuan data dan kredit fiktif:
- Pasal 86: “Barang siapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini, dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp. 1.000.000.000,00.”
- Pasal 87: “Barang siapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini, dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp. 500.000.000,00.”(DD).