GURU DI TENGAH TANTANGAN ZAMAN

banner 468x60


OPINI
Oleh: Budi Hantara

Setiap tanggal 25 November bangsa Indonesia memperingati Hari Guru Nasional. Hal ini berkaitan dengan Kongres Guru Nasional pertama di Surakarta pada tanggal 24-25 November 1945. Dalam kongres tersebut para guru dari berbagai latar belakang yang berbeda sepakat untuk bergabung dalam PGRI. Peristiwa bersejarah tersebut menjadi latar belakang ditetapkannya Hari Guru Nasional. Berdasarkan Kepres Nomor 8 Tahun 1994, tanggal 25 November ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional.

banner 336x280


Peringatan Hari Guru Nasional tahun 2024 dengan tema “Guru Hebat Indonesia Kuat” sebagai wujud untuk menghormati guru dan memberikan apresiasi kepada guru atas dedikasi mereka dalam dunia pendidikan. Tantangan yang dihadapi guru pada masa kini semakin kompleks. Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat menimbulkan dampak positip dan negatif. Di antara dampak negatif yang sangat memprihtinkan adalah merosotnya etika dan moral di kalangan pelajar (peserta didik). Berbagai macam persoalan yang muncul di dunia pendidikan tidak bisa dihindari oleh guru. Pada zaman sekarang tugas dan tanggung jawab guru semakin berat.

Dilema Guru Masa Kini
Guru dianggap sebagai ujung tombak pendidikan, karena guru secara langsung memengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Pendidikan sebagai usaha menjadikan anak sebagai manusia yang dewasa baik jasmani maupun rohani.

Guru masa kini menghadapi situasi dan kondisi yang dilematis. Di satu sisi mengemban amanah mulia mengajar dan mendidik generasi muda untuk menyongsong Indonesia Emas tahun 2045, namun di sisi yang lain harus menghadapi berbagai persoalan yang semakin kompleks. Globalisasi telah menggerus nilai-nilai budaya luhur bangsa kita. Sekarang banyak peserta didik yang tidak menghormati gurunya.

Merosotnya adab peserta didik semakin memprihatinkan dan membahayakan karena banyak orang tua yang gagal menanamkan nilai-nilai moralitas dan nilai kemanusiaan. Sikap orang tua yang terlalu memanjakan anak sering mempertajam terjadinya konflik. Bila anaknya ditegur atau diberi sanksi oleh guru karena melakukan pelanggaran, orang tua berusaha membela anaknya tanpa menggunakan akal sehat. Pada zaman sekarang banyak orang tua yang mudah terprovokasi oleh pengaduan anaknya. Padahal pengaduan anaknya belum tentu benar. Tanpa menelusuri sebab musababnya, orang tua yang tersulut emosinya menunjukkan sikap arogan terhadap guru. Sebagai salah satu contoh yang masih hangat adalah kasus guru Supriyani di Konawe Selatan. Beliau seorang guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan yang harus menjalani proses hukum dan ditahan karena sikap arogansi orang tua siswa. Kasusnya sangat viral dan menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Walaupun era telah berubah, tetapi tugas utama guru tidak pernah berubah. Guru memiliki dua tugas berat yaitu mengajar dan mendidik. Globalisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bisa mengambil alih sebagian tugas guru sebagai pengajar (dalam hal menyediakan bahan ajar), tetapi tugas guru sebagai pendidik tidak akan pernah dapat digantikan. Mendidik tidak hanya memberikan bekal berupa ilmu, tetapi juga menanamkan budi pekerti. Menurut Jean-Jacques Rousseau dalam Closson (1999), mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak tapi dibutuhkan pada masa dewasa.

Tugas berat guru perlu mendapatkan dukungan dari orang tua dan perhatian pemerintah lebih serius. Dukungan orang tua sangat dibutuhkan bagi keberhasilan pendidikan. Bila orang tua dan guru bersinergi dengan baik maka proses pendidikan dan hasilnya akan memuaskan. Perhatian pemerintah sebaiknya lebih fokus pada peningkatan kwalitas sumber daya guru dan kesejahteraan guru. Tidak perlu terlalu sering mengganti kurikulum bila hasilnya tidak membawa kemajuan pendidikan secara signifikan. Apalagi bila pergantian kurikulum sarat dengan muatan politis atau konflik kepentingan. Sampai saat ini (2023) kurikulum pendidikan di Indonesia sudah mengalami 11 (sebelas) kali pergantian. Hasilnya bisa kita lihat seperti apa.

Kurikulum pendidikan memang penting, tetapi peran guru jauh lebih penting. Walaupun kurikulum pendidikan baik, bila gurunya tidak baik hasilnya pasti juga tidak akan baik. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan. Peserta didik akan mencintai dan memahami pelajaran tertentu pasti karena gurunya. Bila tidak percaya bisa kita tanyakan kepada mereka. Atau tanyakan pada diri kita masing-masing. Pada saat kita sekolah, kita merasa senang dan mudah memahami pelajaran bila gurunya profesional dan menyenangkan.

Guru akan menjalankan tugasnya dengan baik bila suasana batinnya nyaman. Maka sebaiknya guru jangan terlalu banyak dibebani tugas administrasi dan diintimidasi. Sementara kesejahteraan guru masa kini sering dikebiri. Sertifikasi sering terlambat. Walaupun menurut ketentuan sertifikasi guru cair tiga bulan sekali faktanya sangat jarang tepat waktu. Hampir bisa dipastikan molor, terutama guru yang tinggal di daerah. Untuk menghindari keterlambatan sertifikasi guru di daerah, sebaiknya tunjangan tersebut langsung ditangani pemerintah pusat dan diberikan bersamaan dengan gaji tiap bulan. PGRI sebagai organisasi profesi guru hendaknya lebih peka dan berani menyuarakan persoalan yang dihadapi guru.

Semoga para guru bisa menyikapi segala persoalan dengan bijaksana dan amanah dalam menjalankan tugas mulia sebagai pendidik dan pengajar. Selain guru, peran orang tua dan pemerintah sangat menentukan keberhaslan pendidikan. Bila semua pihak bersinergi dengan baik maka tujuan pendidikan seperti yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia akan tercapai. Pendidikan yang menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia dan sebagai anggota masyarakat.
Ngawi, 22 November 2024 **”

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *