NGAWI, FREKWENSIPOS .COM // Sebuah ironi memuakkan terjadi di Kabupaten Ngawi. Ratusan pekerja harian lepas (PHL) yang menjadi tulang punggung kebersihan kota justru diperlakukan bak sampah yang tak berharga. Di saat seluruh umat Muslim menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan sukacita, mereka harus menelan pil pahit karena hak Tunjangan Hari Raya (THR) mereka dirampas secara terang-terangan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.
Alasan klasik “tidak berhak karena bukan ASN” yang dilontarkan Plt Kepala DLH Ngawi, Budi Santoso, adalah bentuk penghinaan terhadap kerja keras dan dedikasi para PHL. Mereka adalah garda terdepan yang setiap hari berjibaku dengan kotoran dan bau busuk demi menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Namun, pengorbanan mereka justru dibalas dengan ketidakpedulian dan penindasan hak.
Terungkap pula praktik bobrok di mana para PHL ini seharusnya dipekerjakan melalui sistem outsourcing, namun urung dilakukan dengan alasan gaji mereka yang “sangat rendah” hanya Rp. 750.000 per bulan. Ini adalah pengakuan telanjang atas praktik pengupahan murah yang jelas-jelas mengeksploitasi tenaga kerja. Bagaimana mungkin dengan upah serendah itu, mereka diharapkan bekerja secara optimal?
Ironisnya, Budi Santoso sendiri mengakui betapa vitalnya peran para PHL ini. Ia bahkan khawatir sampah akan menumpuk jika mereka mogok barang dua hari saja. Pengakuan ini justru semakin memperjelas betapa kontradiktifnya tindakan DLH yang mengandalkan tenaga mereka namun enggan memberikan hak yang layak.
Bingkisan lebaran yang diberikan sebagai “pengganti” THR terasa seperti lelucon getir. Ini bukan apresiasi, melainkan bentuk merendahkan martabat pekerja yang telah memberikan kontribusi besar bagi kebersihan Ngawi. Pemerintah Kabupaten Ngawi telah gagal melindungi hak-hak pekerja rentan dan justru membiarkan praktik eksploitasi terus berlanjut. Ini adalah noda hitam dalam perayaan Hari Raya dan menuntut tindakan tegas serta pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait. ( Mi.Red** )