Trenggalek, Frekwensipos.com — Selasa, 21 Oktober 2025, Aroma busuk dugaan korupsi kembali menyeruak dari tubuh pemerintahan desa di Kabupaten Trenggalek. Kali ini menyeret nama Pemerintah Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, yang diduga kuat menyimpangkan pengelolaan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2020–2024 dengan modus manipulasi kegiatan dan laporan fiktif.
Alih-alih menjadi sarana pembangunan, Dana Desa justru diduga dijadikan ladang bancakan oleh oknum perangkat desa. Sejumlah kejanggalan mulai dari proyek tanpa prasasti, laporan keuangan tak transparan, hingga rangkap jabatan Sekretaris Desa kian memperkuat dugaan adanya praktik korupsi berjamaah di desa tersebut.
APBDes Catatannya Balai Desa, Tapi yang Dibangun Justru GOR
Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi Frekwensipos.com, dalam APBDes Tahun 2020 tercatat anggaran Rp542.196.000 untuk kegiatan “Pembangunan/Peningkatan Balai Desa atau Balai Kemasyarakatan.”
Namun, fakta di lapangan berbeda jauh. Yang berdiri bukan Balai Desa, melainkan gedung olahraga (GOR), tanpa adanya dokumen perubahan resmi.
Ketika dikonfirmasi pada Senin, 20 Oktober 2025, Kepala Desa Kedunglurah mengakui bahwa pembangunan Balai Kemasyarakatan baru dimulai tahun 2021 hingga 2024, sementara anggaran tahun 2020 sudah dilaporkan terserap penuh.
Perubahan kegiatan tanpa musyawarah desa dan tanpa Peraturan Desa (Perdes) Perubahan APBDes jelas melanggar aturan pengelolaan keuangan desa sebagaimana diatur dalam:
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 40 ayat (1) tentang perubahan APBDes yang hanya sah melalui Perdes Perubahan, serta UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 26 ayat (4) huruf f, yang menegaskan kewajiban Kepala Desa untuk melaksanakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Proyek Tanpa Prasasti, Transparansi Publik Dihilangkan
Investigasi juga menemukan bahwa sebagian besar proyek fisik desa tidak memiliki prasasti atau papan informasi kegiatan.
Hanya satu prasasti ditemukan di tahun 2023, proyek pembangunan balai desa/ balai kemasyarakatan untuk setiap pembangunan yang lain tidak terpasang bukti prasastinya.
Sementara proyek lain seperti pembangunan GOR, juga terpasang satu prasasti saja, jalan usaha tani, dan saluran irigasi tidak memiliki bukti transparansi publik.
Padahal, kewajiban memasang papan informasi proyek diatur jelas dalam Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021, yang menegaskan bahwa setiap kegiatan yang bersumber dari Dana Desa wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
Ironisnya, Sekretaris Desa justru merangkap jabatan sebagai Pelaksana Kegiatan (PK) — tindakan yang melanggar prinsip pembagian tugas dan tanggung jawab dalam pemerintahan desa. Sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Selain proyek yang tak sesuai laporan, sejumlah kegiatan fisik juga diduga fiktif atau tidak sesuai realisasi, di antaranya:
1. Pembangunan jalan usaha tani,
2. Pembangunan jalan lingkungan/gang,
3. Pembangunan irigasi tersier/sederhana,
yang semuanya tidak memiliki prasasti dan bukti fisik di lapangan.
Bahkan, sejumlah warga Kedunglurah yang sempat ditemui juga mengaku tidak mengetahui adanya pembangunan tersebut.
“Kami tidak pernah melihat pembangunan baru seperti yang disebut dalam laporan APBDes,” ungkap salah satu warga yang enggan disebut namanya.
LSM WAR Siap Laporkan ke APH
Sekjen LSM Wadah Aspirasi Rakyat (WAR), Zainal Abidin menegaskan bahwa sebagai fungsi kontrol pihaknya akan terus melakukan pendampingan agar seluruh kegiatan pemerintahan di semua level benar-benar sesuai regulasi. Oleh sebab itu, dengan adanya sejumlah laporan masyarakat dikuatkan temuan dilapangan tersebut LSM WAR segera membuat aduan kepada aparat penegak hukum (APH). Sehingga kedepan, potensi kerugian negara bisa diminimalisir.
“Ini uang rakyat, bukan uang pribadi. Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera turun, audit keuangan dan periksa fisik proyek di lapangan. Jangan sampai kasus ini ditutup-tutupi,” tegas Zainal.
Menurutnya, tindakan oknum perangkat desa Kedunglurah berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum berat, di antaranya:
1. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 — perubahan APBDes tanpa Perdes adalah pelanggaran tata kelola keuangan.
2. Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021 — wajib memasang prasasti dan papan informasi proyek.
3. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 26 ayat (4) huruf f — kewajiban Kepala Desa bersikap transparan dan akuntabel.
4. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, diancam pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara dengan ancaman pidana serupa.
WAR dan Media Siap Kawal Kasus Hingga Tuntas
Zainal menegaskan, LSM WAR bersama sejumlah media lokal akan mengawal kasus ini hingga aparat hukum turun tangan.
“Kepala Desa wajib terbuka. Tidak boleh ada permainan anggaran, mark up, atau proyek fiktif. Semua akan kami kawal sampai tuntas,” pungkasnya.
Kasus Desa Kedunglurah ini menjadi alarm keras bagi seluruh kepala desa di Trenggalek dan sekitarnya agar tidak bermain-main dengan uang rakyat.
Transparansi bukan pilihan — melainkan kewajiban hukum dan moral.(Dendy )



